Jumat, 26 Agustus 2016

Blair witch

Setelah 12 tahun sejak dirilis, saya baru punya kesempatan untuk menonton The Blair Witch Project. Saya pertama kali mendengar film ini sekitar 2002 (atau 2003, saya lupa persisnya). Seorang teman menyarankan agar saya menonton film ini karena menurutnya bagus. Saat itu, saya gak terlalu tertarik. Tapi rasa penasaran saya akan film ini mulai timbul setelah menyaksikan Paranormal Activity 3. Dan, akhirnya saya menonton film garapan Daniel Myrick dan Eduardo Sanchez itu.

Film berdurasi 79 menit itu konon hanya berbiaya produksi tidak lebih dari 750 ribu dolar. Tapi, keuntungan yang dihasilkan mencapai lebih dari dua ratus kali lipat! Luar biasa bukan?! Sebenarnya apa sih yang bikin film ini begitu menarik? Mungkin jika saya menontonnya 12 tahun lalu, saya gak akan heran dengan kesuksesan The Blair Witch Project. Tapi setelah menonton beberapa film yang menggunakan konsep found-footage, The Blair Witch Project terasa tidak fresh. Tapi sebenarnya film ini punya keistimewaan sendiri. Saya akan mengupasnya satu persatu.

Film ini bercerita seputar tiga mahasiswa yang datang ke sebuah hutan bernama Black Hill di dekat Burkittsville, Maryland, Amerika Serikat, pada 1994 lalu. Heather Donahue, Michael C. Williams, dan Joshua Leonard datang ke hutan tersebut untuk melakukan pengambilan gambar untuk sebuah proyek film dokumenter tentang legenda arwah penasaran seorang penyihir yang dikenal dengan nama Blair Witch. Dan gambar-gambar di film ini, ceritanya, berasal dari gambar-gambar yang dihasilkan dua kamera yang dibawa ketiga mahasiswa tersebut.

Jika Anda mengharapkan adanya penampakan makhluk halus seperti di film-film Paranormal Activity, Anda dipastikan akan kecewa. Pasalnya, penonton sama sekali gak diberi kesempatan untuk melihat dengan kepala dan mata sendiri tokoh antagonis dalam film ini. Tapi itu tak berarti film ini gak ada greget. Justru dengan begitu, suasana mencekam yang coba diciptakan duo sutradara Myrick dan Sanchez lebih terasa menggigit. Ditambah lagi, dengan gambar hitam putih cenderung gelap yang membuat suasana semakin suram dan mengerikan. Gambar yang gelap juga memaksa para penonton mengandalkan indera pendengarannya untuk mencari tahu siapa dan apa yang sedang ‘mengerjai’ ketiga karakter dalam film ini.  

Horor bukan satu-satunya jualan The Blair Witch Project. Penonton juga diajak menyelami emosi yang dirasakan Heather, Michael, dan Joshua saat mereka mulai putus asa dan kehabisan akal untuk mencari jalan keluar dari Black Hill. Penonton akan ditarik ikut dalam perdebatan saling menyalahkan di antara ketiga karakter dan kesal terutama dengan Heather, si empunya proyek, dan Michael.

Jika dibandingkan dengan Paranormal Activity, The Blair Witch Project terasa lebih alami karena ketiadaan penampakan makhluk halus yang dibuat efek khusus komputer. Tapi memang, gambar yang banyak berguncang karena pemakaian teknik hand-held camerawork, bagi sebagian penonton cukup mengganggu. Tapi bagi saya, justru itu yang bikin The Blair Witch Project semakin istimewa. (*) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar